IQNA

Refleksi Fatwa Pemimpin Tertinggi Iran di Tengah Kalangan Para Ulama Ahlus Sunnah Malaysia

11:54 - August 10, 2014
Berita ID: 1437734
MALAYSIA - Fatwa pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Sayid Ali Khamenei berkenaan dengan pengharaman produksi, pemeliharaan, dan penggunaan senjata nuklir mengundang refleksi luas di tengah kalangan para ulama Ahlus Sunnah Malaysia.

Menurut laporan berita IQNA cabang Asia Timur, Fatwa pemimpin tertinggi Iran ini berkenaan dengan pengharaman produksi, pemeliharaan dan penggunaan senjata biologis, kimia, dan nuklir, yang dianggap sebagai senjata pembunuh massal juga mendapatkan sambutan di tengah kalangan para ulama Ahlus Sunnah Malaysia.
Dalam konteks ini, Ketua Dewan Penasehat Organisasi Islam Malaysia, Haji Abdul Hamid meyakini akan ketidakbolehan penggunaan senjata-senjata, yang kini dikategorikan sebagai senjata pembunuh massal, memiliki dasar dari ayat, riwayat, dan juga dalam sejarah kehidupan Rasul saw. Beliau juga yakin bahwa dalam fikih Ahlus Sunnah, meskipun memiliki kemampuan militer dalam menghadapi musuh untuk mencegah dan melawan semacamnya telah dikonfirmasi, namun penggunaan jenis-jenis senjata ini untuk melawan orang-orang yang tak berdosa itu tidaklah diperbolehkan. Karena, domain pembunuhan mereka tidaklah berada dalam area medan perang dan juga banyak mengorbankan orang-orang yang tidak berdosa. Dengan demikian, mayoritas para fakih Ahlus Sunnah tidak memperbolehkannya dan bahkan dalam beberapa hal mereka telah mengharamkannya.
Dengan melihat perspektif ulama Ahlus Sunnah di Malaysia berkenaan dengan keharaman penggunaan senjata pembunuh massal, maka dalam hal ini dapat ditemukan banyak sekali kesamaan antara pandangan fikih mereka dengan ajaran-ajaran fikih Syiah. Meskipun para Ulama Ahlus Sunnah Malaysia mengisyaratkan adanya aliran-aliran pemikiran yang beragam akan kemubahan, kebolehan, dan keharaman senjata pembunuh massal, namun mayoritas dari mereka bersepakat akan keharaman membunuh orang-orang yang tak berdosa, yang mana merupakan kriteria utama senjata pembunuh massal.
Dalam hal ini, Haji Abdul Ghani Syamsuddin, seorang ulama Malaysia juga menyakini, jika kita merujuk pada sejarah kehidupan Rasulullah saw, maka akan kita dapati bahwa beliau tidak memerintahkan penghancuran bangunan-bangunan orang-orang kafir kecuali hanya dalam beberapa hal saja. Bahkan, beliau tidak memperbolehkan untuk membabat pohon dan meracuni air minum negara kafir. Dari satu sisi, dalam agama Islam kita memiliki basis dengan nama “I’tida’ yaitu melampaui batas.” Dalam hal ini, Wahbah Zuhili, salah seorang pemikir Ahlus Sunnah, menganggap pembunuhan warga sipil, seperti anak-anak kecil, para wanita, para orang tua, menghancurkan rumah, menebang pohon, membakar ladang pertanian merupakan manifestasi dari I’tida haram dan hal ini menunjukkan bahwa dalam fikih Ahlus Sunnah, pembunuham massal dan senjata-senjata yang memiliki potensi demikian tidaklah diperbolehkan.
Perlu diingat, salah satu pembahasan penting yang berkaitan dengan program nuklir Republik Islam adalah fatwa pemimpin tertinggi revolusi Islam Iran mengenai pelarangan dan produksi senjata nuklir, penggunaan, dan diseminasinya, dimana selama beberapa tahun terakhir ini sudah masuk dalam literatur diplomatik dan politik negara Iran, dan disamping mendapatkan perhatian para pejabat pemerintah setempat, juga mendapatkan perhatian khusus masyarakat dunia internasional.
Pada realitanya, pandangan konstrukstif yang dimiliki oleh Republik Islam atas fatwa pemimpin tertinggi Iran mengenai pengharaman senjata nuklir juga mendapatkan sambutan yang lebih dari pihak negara-negara Barat. Dimana kurang lebih enam negara pihak perunding Iran sangat menekankan pentingnya hal tersebut dan mengevaluasinya sebagai hal yang sangat berharga, dimana harus mencatatnya sebagai kapasitas yang efektif, yang membentuk kerjasama internasional  untuk pelucutan senjata global dan mencegah desiminasi senjata nuklir.

1436433

captcha